Indentitas 'Pidie' yang dilahirkan dari pemikiran-pemikiran cendikiawan dan sejarawan dalam forum tersebut diharapkan akan mengokohkan jati diri sebagai daerah yang berdaulat dan bermarwah.
Sigli, nalurinews.com -- Pemerintah Kabupaten Pidie di bawah kepemimpinan Wahyudi Adisiswanto kembali membuka lembaran kerja dengan agenda mencari 'Pidie' yang hilang.
Beberapa pekan lalu, pemerintah setempat mengumpulkan sejumlah tokoh sejarah, pemerhati sejarah dan para cendikiawan serta lembaga-lembaga terkait dalam Focus Group Discusion (FGD) di Oprom Sekretariat Daerah (Setdakap) Pidie.
Melalui diskusi FGD tersebut, pemerintah berharap bisa melahirkan pemikiram dan memaparkan tentang banyak bukti-bukti sejarah tentang 'Pidie', sehingga bisa dituangkan menjadi sebuah hasil kajian nantinya.
"Hasil FGD I dan ke II nantinya dapat diparipurnakan konsideran hukum, sebagai dasar pijakan hukum agar Pidie memiliki kekuatan untuk diperingati hari jadinya," kata Plh Bupati Pidie, Samsul Azhar dalam sambutannya, Senin 10 Juni 2024 lalu.
Indentitas 'Pidie' yang dilahirkan dari pemikiran-pemikiran cendikiawan dan sejarawan dalam forum tersebut diharapkan akan mengokohkan jati diri sebagai daerah yang berdaulat dan bermarwah.
Menurut Samsul, secara yuridis, Pidie terbentuk berdasar Undang-Undangmor No 7 tahun 1956 tentang pembentukan kabupaten otonom dalam Provinsi Sumatera Utara.
Namun dalam banyak catatan sejarah, Pidie telah lahir sebelum kerajaan Aceh Darussalam yang dikenal dengan kerajaan Pedir, kerajaan kala itu telah mewariskan ragam budaya dan adat istiadat yang melegenda, baik tarian, seni ukiran, kuliner dan sebagainya yang sudah dikenal hingga internasional.
"Kita berharap referensi sejarah islam menjadi awal tanggal Pidie lahir, karena hanya perlu kesepakatan atas bukti-bukti sejarah Pidie tersebut," sambungnya.
Setelah FGD pertama, pemerintah rencananya akan melanjutkan untuk FGD kedua hingga akhirnya mampu melahirkan rumusan tantanh hari jafi Pidie untuk bisa diparipurnakan.
Digagas Sarjani Abdullah
Sarjani Abdullah dengan nada menggebu-gebu bertekat akan menggali sejarah tentang terbentuknya Pidie, pemerintah kala itu bahkan telah melakukan kajian secara historis sejarah kelahiran Pidie.
Pernyataan itu disampaikan Sarjani Abdullah sebagai Bupati Pidie periode 2012-2017 saat membuka kegiatan Pedir Raya Festival (PRF) perdana, Sabtu, 13 September 2014 silam
"Pidie yang memiliki sejarah panjang dan harus terus dicari sejarah agar diketahui kapan lahirnya, sebagai identitas daerah," seru Sarjani kala itu.
Sarjani kala itu juga mengharapkan kepada seluruh masyarakat kala itu untuk membantu setiap lembaran dokumen tentang sejarah Pidie agar bisa dihibah kepada pemerintah untuk referensi pembanding lahir dan terbentuknya kabupaten tersebut.
Tidak melulu soal hari lahir, upaya mencari Pidie yang 'hilang' juga sebagai upaya melestarikan seni budaya Aceh dan Pidie yang sudah menjdi tanggunjawab bersama, sebagaimana semboyan indatu 'mate aneuk meupat jirat, matee adat hana pat mita' (Meninggal anak tahu dimana kuburan, hilang budaya kemana harus dicari).
"Masyarakat Aceh siap mengorbankan nyawanya demi Aceh, jangan sampai generasi sekarang meninggalkan warisan indatu Aceh yang dulu disegani bangsa bangsa luar," timpa Sarjadi di atas panggung Pedir Raya Festival.
Setelah akhir pemerintahan Sarjani Abdullah - M Iriawan, upaya mencari cikal-bakal lahirnya Pidie kembali tenggelam saat rezim berikutnya, dan baru kembali mengemuka di bawah komando Pj Bupati, Wahyudi Adi Siswanto.[]