
Ilustrasi
NALURINEWS.COM, Meureudu - Fenomena ironis melanda kalangan terdidik Indonesia: semakin tinggi gelar, semakin sulit mencari kerja. Istilah "pengangguran terhormat" kini menjadi julukan pahit bagi ribuan sarjana yang lulus dengan ijazah cemerlang, namun terpaksa menjadi penonton di tengah minimnya lapangan kerja.
Ini bukan sekadar masalah kemalasan. Ini adalah krisis struktural yang menjerat para lulusan terbaik.
Jebakan Ganda: Ijazah Vs. Realitas
Banyak sarjana yang telah menguras waktu, biaya, dan energi di bangku kuliah kini terjebak dalam lingkaran frustrasi. Mereka terus berjuang mengirim lamaran, mengikuti workshop, hingga banting setir mencoba usaha kecil. Namun, pintu kesempatan seolah tertutup rapat.
“Bukan tidak mau bekerja, tapi lapangan kerja yang sejalan dengan bidang kami sangat terbatas. Kami tetap mencoba, namun hasilnya, yang ada honorer atau kontrak. Masuknya susah, tidak ada 'orang dalam', ujungnya masih nihil,” ungkap Edi (28), seorang lulusan S1 Tarbiyah dari Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya, yang kini terpaksa bergabung di koperasi.
Kisah Edi adalah cerminan kondisi massal. Gelar yang seharusnya menjadi tiket emas kini terasa seperti beban.
Tuntutan Berlebihan dan Tekanan Sosial
Hambatan utama yang dihadapi oleh para fresh graduate adalah tuntutan pengalaman kerja yang tak masuk akal. Perusahaan sering mensyaratkan minimal 2 hingga 3 tahun pengalaman, sementara peluang untuk memulai dari nol hampir tidak ada.
Penyebab Utama, sambung Edi minimnya lowongan di sektor yang relevan, tuntutan pengalaman kerja yang menghambat fresh graduate, serta peran 'orang dalam' yang dinilai masih mendominasi rekrutmen.
Di sisi lain, tekanan sosial menjadi cambuk emosional. Rasa malu dan minder menghantui saat mereka pulang kampung atau berkumpul dengan keluarga besar. Status "sarjana pengangguran" sering kali disikapi dengan pandangan meremehkan, meski mereka tahu bahwa mencari kerja adalah proses yang butuh waktu dan kesabaran.
Mendesak Solusi Nyata dari Pemerintah
Kondisi ini tidak bisa dibiarkan menjadi 'bom waktu' bagi generasi muda. Fenomena "pengangguran terhormat" memerlukan intervensi serius dari Pemerintah Pusat dan Daerah.[Riski]
Posting Komentar untuk "Kisah 'Sarjana Elite' Terjebak dalam Jerat Pengangguran Terhormat"